Hampir kebanyakan industri menghasilkan emisi CO2, begitu juga dengan kilang minyak. Sehingga dibutuhkan proses penangkap CO2. Secara global, emisi CO2 dari kilang minyak sekitar 5% dari emisi yang yang dihasilkan manusia (global anthropogenic emissions) dan sekitar 850 Mt-CO2 yang diemisikan ke udara pada tahun 2008. Berdasarkan analisis IPCC, dari 638 kilang rata-rata menghasilkan emisi CO2 1,25 Mt-CO2 per tahun.
Minyak bumi sebagai umpan dikilang adalah campuran hidrokarbon dari metana (paling ringan dengan BM=16) hingga molekul dengan rantai panjang dengan BM ratusan. Proses di kilang diperlihatkan gambar dibawah.
Dimulai dengan pemisahan menjadi 10 fraksi melalui proses distilasi dengan tekanan atmosfir. Minyak bumi dipanaskan 500-700oC dan diumpankan ke menara distilasi. Sebagai uap naik dan mendingin, pertama fraksi berat dan kemudian semakin ringan mengalami kondensasi dan didapatkan fraksi cair, dengan gas didapat di bagian atas menara. Residu berat berada dibawah sebagai hasil distilasi awal dan masih mengandung komponen ringan yang signifikan, yang akan didapat dalam distilasi vakum.
Proses kedua adalah konversi, yaitu memecah molekul besar di fraksi berat untuk mendapatkan produk fraksi ringan dan bernilai tinggi. Proses pemecahan (cracking) membutuhkan katalis seperti zeolit, aluminum hydrosilicate; steam (steam cracking); hydrogen (hydrocracking); dan range temperature dari 400oC (catalytic) hingga 850oC (steam). Distilasi dibutuhkan kembali untuk memisahkan produk hasil proses pemecahan tersebut.
Dalam peningkatan mutu, langkah terakhir dari proses refining adalah menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dan karakteristik produk disesuaikan dengan spesifikasi yang berlaku. Hydrodesulfurization (HDS) atau hydrotreating adalah proses peningkatan mutu yang penting untuk memenuhi standar lingkungan sebagai contoh produksi diesel dengan kadar sulfur rendah untuk mengurangi emisi SO2. HDS merupakan proses kontak antara produk belum jadi (the unfinished products) dengan hydrogen pada 370oC dan tekanan 6,0 MPa dengan bantuan katalis seperti nikel molybdate (NiMo). Atom sulfur dalam ikatan hidrokarbon dengan hydrogen akan menghasilkan hydrogen sulfide (H2S) dan di recovery sebagai elemen sulfur atau asam sulfat.
Kilang minyak menggunakan bahan bakar dengan membakar gas dari proses distilasi, bila diperlukan tambahan bahan bakar maka digunakan minyak bakar. 50 % konsumsi energi yang digunakan untuk menghasilkan proses panas dan 50% sisanya digunakan untuk pembangkit listrik, produksi hydrogen untuk hydrogenasi dan hydrocracking dan untuk utilitas kilang. Konsumsi energi kilang dan emisi CO2 sangat bervariasi dan sangat bergantung pada kompleksitas proses kilang yang dilakukan terutama kemampuan yang dibutuhkan untuk proses konversi minyak bumi berat. Pada umumnya dibutuhkan konsumsi 6-8%wt untuk proses konversi minyak bumi secara konvensional dan 11-13%wt untuk konversi yang lebih berat, serta membutuhkan hydrogen yang lebih banyak. Kecenderungan permintaan yang lebih besar untuk produk fraksi ringan akan menghasilkan tekanan pada konsumsi sendiri di masa depan sehingga kilang melakukan efisiensi energi, proses terintegrasi, dan menangkap karbon penting jika emisi meningkat dari sektor ini harus dihindari.
Pilihan untuk penangkap CO2 di proses kilang meliputi integrasi pembangkit listrik dan produksi hydrogen di plant IGCC, dilakukan dengan Precombustion Capture CO2. Emisi dari proses pemanasan dapat ditangkap dengan oxyfueling atau Postcombustion Capture dari pemanasan flue gas atau proses terintegrasi dengan produksi panas ke dalam plant IGCC-CHP.
Daftar Pustaka
Stephen A. Rackley. Carbon Capture and Storage. 2010. Elsevier Inc.
Gambar dari www.epa.gov